Halaman Karya

Blog ini merupakan wadah atau tempat untuk membagikan semua naskah tulisan jurnalistik yang sudah saya buat. Semoga tulisan saya bisa bermanfaat bagi siapapun yang membacanya!

Kamis, 30 November 2023

Dari Aku yang Sudah Merasakan Pilu Sejak Kecil

 

Ilustrasi seorang anak yang merasakan pilu (Sumber foto : halodoc.com)

Bagi sebagian anak, memiliki keluarga utuh memang sangat indah. Hidupnya akan terjamin, masa depannya akan tertata, dan ia tidak perlu merasakan kesedihan sejak lama. Keluarga memang harta yang paling berharga, tidak ada yang bisa memberikan cinta serta kasih sayang yang tulus selain orang tua. 

Namun, hal itu tidak pernah terjadi dalam hidupku. Namaku Farhan Alfaridzi, biasa dipanggil Farhan. Aku memiliki nasib hidup yang bisa dikatakan saat itu terburuk dalam hidupku. Ya, aku sudah ditinggalkan oleh ayahku sejak kecil. Dan aku sangat iri jika dahulu melihat kebahagiaan teman-temanku yang mempunyai keluarga utuh.

Saat itu, seharusnya aku sangat membutuhkan sosok yang membuatku kuat, sosok yang bisa mengajariku tentang apa arti sebuah kehidupan. Aku sangat kehilangan arah, sosok ayah yang aku inginkan nyatanya menjadi orang yang membuatku hancur dalam sekejap.

Ayah lebih memilih meninggalkan mamahku saat aku berumur enam tahun. Mamahku adalah sosok bidadari tanpa sayap yang dihadirkan Tuhan ke dalam hidupku. Ia merupakan sosok wanita tangguh dan sabar dalam menerima segala masalah yang ada.

Aku sempat marah pada ayah, bahkan hampir menimbulkan rasa dendam pada diriku. Namun aku selalu ingat pesan-pesan mamah yang ia berikan untukku. Mamah mengajariku untuk tidak memiliki rasa dendam terhadap takdir yang sudah ditetapkan padaku.

“Farhan, kamu boleh merasa kecewa dengan ayahmu karena ia sudah meninggalmu sejak kamu kecil, tetapi kamu harus ingat beberapa hal bahwa apapun takdir yang sudah ditetapkan untuk keluarga kita, pasti itu yang terbaik. Kamu tidak boleh menyimpan rasa benci bahkan dendam kepada ayahmu,’’ kata Mamah saat ia melihat aku menangis di kamarku.

Aku menatap wajah mamahku yang sangat teduh, ia tidak sedikitpun memperlihatkan dirinya yang sangat rapuh. Kesedihan, kekecewaan, dan rasa kesal ditutupi dengan rapat oleh senyuman tulus yang selalu ia berikan kepadaku.

Lantas, langsung terbesit dalam benakku, untuk apa aku memiliki rasa dendam jika orang yang seharusnya jauh lebih sedih daripada aku, bisa menerima segala sesuatunya dengan rasa ikhlas.

Hidup itu memang selalu tidak bisa ditebak. Kita tidak bisa memilih untuk bahagia seterusnya, terkadang kesedihan dan rasa sakit akan datang secara bersamaan. Namun jika kita melewatinya dengan rasa ikhlas, bukankah akan jauh lebih baik?


EmoticonEmoticon